Widget HTML #1

Kenali 4 Jenis Pola Asuh dan Efeknya pada Anak

Menjadi orang tua berarti mempersiapkan anak-anak kita menjadi orang dewasa sepenuhnya. Menjadi dewasa artinya mampu melakukan hal-hal yang diperlukan meskipun kita tidak ingin melakukannya. 

Jujur saja, kebanyakan hal yang perlu untuk dilakukan memang tidak menyenangkan: makan makanan sehat alih-alih makanan siap saji, memasak makanan sendiri alih-alih beli di luar, olahraga alih-alih duduk seharian menonton televisi (atau berselancar di dunia maya). Orang dewasa yang kompeten akan mampu memilah dan memilih mana yang baik bagi dirinya, meskipun tidak menyenangkan.

Untuk mempersiapkan anak menjadi orang dewasa yang mumpuni, kita perlu menerapkan pola asuh yang terbaik. Namun adakah pola asuh yang terbaik itu? Apa saja gaya parenting yang ada? Bagaimana cara menerapkan pola asuh yang terbaik tersebut? Artikel ini akan menjawab semua pertanyaan Parents tersebut.








Secara garis besar ada empat macam gaya parenting/pola asuh yang digunakan orang tua (baik sadar maupun tidak). Seluruhnya mempengaruhi perkembangan anak dan menentukan masa depannya. Pola asuh tersebut antara lain: pola asuh otoriter, otoratif atau demokratis, permisif, dan tidak terlibat. Artikel ini akan membahas keempat pola asuh tersebut dan menunjukkan mana yang terbaik. 

1. Pola asuh otoriter

Ini adalah pola asuh yang diterapkan oleh mayoritas penduduk Asia (dan keturunan Asia) menerapkan gaya asuh ini. Orang tua yang menerapkan gaya parenting otoriter banyak menuntut anak namun tidak responsif terhadap kebutuhan anak. 

Khas karakteristik klasik dari tiger mom yang dilekatkan pada ibu-ibu Asia .

"Pokoknya menurut Mama begini," "ikut saja apa kata Papa," "kenapa kamu harus melakukannya? Karena itu yang Papa bilang," 

Kalimat-kalimat di atas adalah beberapa contoh perkataan yang akan dikeluarkan oleh orang tua otoriter. Familiar dengan kalimat tersebut? 

Biasanya orang tua yang menerapkan pola asuh otoriter ini dibesarkan dengan pola asuh yang sama dan mereka merasa baik-baik saja. Tetapi apa benar orang tua tersebut benar-benar "baik-baik saja"? 

Pada banyak kasus, pola asuh otoriter akan menghasilkan anak yang memiliki pencapaian akademik yang baik, meskipun demikian terkadang diimbangi dengan rasa rendah diri, depresi, dan kurangnya kemampuan sosial. Tuntutan yang terlalu tinggi tanpa disertai pemenuhan kebutuhan emosi anak kemungkinan menjadi penyebab masalah ini. Jadi sesungguhnya pola asuh ini tidak mencetak orang dewasa yang baik-baik saja.

2. Pola asuh otoratif atau demokratis

Berbeda dengan pola asuh sebelumnya, orang tua dengan pola asuh otoratif atau demokratis memiliki tuntutan pada anak, namun tetap responsif terhadap kebutuhan anak. Anak tidak dibiarkan berbuat sesuka hati tanpa kendali, namun tetap didengarkan sebagai manusia dan memperoleh dukungan dari orang tuanya.

Orang tua yang menerapkan pola asuh otoratif atau demokratis tidak semerta-merta memarahi anak dua tahun yang sedang tantrum, namun menemaninya sampai tantrumnya hilang. Meskipun demikian, orang tua yang sama tidak akan membiarkan anaknya tidur malam hari sebelum gosok gigi (misalnya), dan ketika sang anak menolak untuk gosok gigi, ia akan menjelaskan dan menemani sang anak sampai mau gosok gigi. 

Anak-anak yang dibesarkan dengan pola asuh otoriter atau demokratis akan tumbuh menjadi orang dewasa yang kompeten secara akademik maupun sosial dibandingkan anak-anak yang dibesarkan dengan ketiga pola asuh lainnya. Bisa dikatakan pola asuh otoratif atau demokratis ini adalah pola asuh yang terbaik.

3. Pola asuh permisif 

Kebalikan dari pola asuh otoriter, pola asuh permisif adalah pola asuh yang dianut oleh orang tua yang sangat responsif terhadap kebutuhan anak namun tidak menuntut kedisiplinan sama sekali dari anaknya. Anak-anak dibiarkan mengatur dirinya sendiri: anak yang tidak mau mandi dibiarkan tidak mandi berhari-hari, anak yang tidak mau makan dibiarkan ngemil jajanan rendah nutrisi, dan sebagainya. 

Anak-anak yang dibesarkan dalam pola asuh permisif cenderung akan mengalami kesulitan secara akademik dan memiliki masalah dalam perilaku di kemudian hari.

4. Pola asuh tidak terlibat

Orang tua dengan pola asuh ini tidak menuntut anak dan tidak pula responsif terhadap kebutuhan anak, tapi belum sampai tahap penelantaran anak. Luweh-luweh kalau kata orang Jawa Tengah. Anak hanya diberi makanan dan pakaian, lalu orang tua sibuk dengan dirinya sendiri. Anak-anak yang dibesarkan dengan pola asuh ini adalah yang paling jelek luarannya di kemudian hari, dalam segala aspek. 

Nah, itu tadi penjelasan ringkas tentang 4 jenis pola asuh. Semoga bermanfaat.