Widget HTML #1

Liam Jari

Lima hari lalu, di tengah makan malam, tiba-tiba anakku tanya, “kenapa ibu jari kita bisa begini tapi jari lain kok tidak bisa?” (sambil menyentuhkan ibu jari tangannya ke bagian telapak dari jari-jari lain di tangan yang sama) 

Aku bilang kalau di dunia kedokteran itu yang disebut dengan gerakan oposisi. Ibu jari kita bisa melakukan gerakan oposisi karena sifat ini adalah warisan dari nenek moyang kita zaman dahulu yang hidup bergelantungan di pohon.

Gerakan oposisi memungkinkan nenek moyang kita mencengkeram dahan pohon agar tidak jatuh saat bergelantungan ke sana kemari.

Hanya ada sedikit spesies hewan di luar sana sekarang yang memiliki ibu jari yang bisa melakukan gerakan oposisi dan semua hewan itu hidup di pohon. 

“Kan kita tidak hidup di pohon kenapa masih bisa melakukan gerakan oposisi?”

Kita memang sudah tidak lagi hidup di pohon, namun gerakan oposisi memiliki fungsi lain.

Gerakan ini memudahkan kita untuk menggunakan berbagai macam peralatan untuk bertahan hidup, misal menggenggam senjata untuk berburu, memasak, membela diri, memetik buah, mengumpulkan makanan, mengolahnya dan lain sebagainya.

SIfat-sifat warisan yang masih memiliki fungsi dalam bertahan hidup, meski sudah berbeda dengan fungsi awalnya, akan terseleksi untuk terus ada dan diwariskan dari orang tua ke anak-anaknya.

Eh dia, masih penasaran, “Lalu kenapa kaki kita tidak seperti kaki kera yang bisa mencengkeram dahan pohon juga?

Jadi kita punya empat tangan, kan tadi katanya tangan kita adalah warisan dari nenek moyang yang hidup di pohon, kenapa kaki tak bisa mencengkeram, hayo?” 

Kaki kita kehilangan fungsinya untuk mencengkeram seperti kaki kera sebab kita tidak lagi hidup di dahan pohon.

Kita, manusia, menjadi makhluk yang sepenuhnya hidup di atas tanah, atau disebutnya makhluk terestrial.

Kita tidak membutuhkan kaki yang bisa mencengkeram untuk bisa berjalan di atas tanah. Sifat yang tidak lagi berguna untuk bertahan hidup akan terseleksi untuk hilang seiring berjalannya waktu. 

Belakangan ini anakku makin sering bertanya dan minta bukti akan semua jawaban yang aku berikan. Ya bagus sih kalau dia mulai belajar mengkritisi semua jawaban.

Aku harap nanti ada yang bisa memfasilitasi perkembangan pengetahuannya ketika sekolah di Indonesia. Kalau tidak bisa, yah setidaknya aku bisa menjadi “buffer”.

Sumber: Hendy Wijaya