Widget HTML #1

AI (artificial Intelligence) VS Otak Manusia

Kemampuan berbahasa pada manusia sungguh luar biasa. Bayangkan saja rata-rata manusia baru bisa memgucapkan satu kosakata dengan jelas dan benar ketika menginjak usia delapan belas bulan.

Setelah dua tahun, jumlah perbendaharaan kata mereka meningkat menjadi 50 kata. Dalam tiga tahun menjadi 1000 kata. Di saat itu, mereka sudah bisa merangkainya menjadi kalimat pendek dengan struktur gramatikal yang benar.

Setelah usia itu, jumlah perbendaharaan kata mulai banjir masuk hingga mencapai sekitar 13.000 kata di usia enam tahun. Saat menginjak usia delapan belas tahun mereka sudah mengetahui sekitar 60.000 kata.

AI (artificial Intelligence) VS Otak Manusia
AI (artificial Intelligence) VS Otak Manusia







Kalau kita pukul rata maka manusia dapat mengingat 10 kata setiap harinya sejak usia setahun, atau sekitar satu kata tiap 90 menit di luar waktu tidur. 

Mereka tidak hanya hafal kata-kata itu, tapi paham maknanya dan kapan menggunakannya dalam satu rangkaian kalimat. Hal yang tidak mudah. Kita seringkali menganggap remeh kemampuan berbahasa kita karena otak kita memproses bahasa secara spontan di luar kehendak kita. 

Ketika aku mengetik kalimat ini, kata-kata terasa mengalir begitu saja dari otakku dan memerintahkan jari-jariku untuk menekan tombol yang tepat di laptop. Otakku secara spontan, di luar kehendak sadar, tahu kapan dan di mana aku harus meletakkan kata-kata dalam satu kalimat agar bisa dipahami oleh orang lain. 

Kalau Anda ingin tahu serumit apa merangkai kata menjadi satu kalimat, lalu menggabungkan kalimat-kalimat itu menjadi satu ide utuh yang bisa dipahami oleh orang lain, coba tengok saja bagaimana para programmer di Google membuat AI (artificial Intelligence) yang mampu berkomunikasi dengan manusia dengan gaya bahasa yang luwes.

Proyek ini dikenal dengan nama Google Duplex dan dimulai pada tahun 1998. Pada tahun 2018, program AI itu didemonstrasikan sebagai asisten pribadi yang akan menjawab semua panggilan telepon Anda, membantu Anda menyusun jadwal pertemuan sehari-hari, mengingatkan Anda akan jadwal-jadwal itu, membuatkan catatan untuk Anda, melakukan browsing untuk Anda di internet dan melaporkan hasilnya, atau sekadar menjadi teman ngobrol ringan.

Semuanya dilakukan dengan gaya bahasa dan intonasi yang sangat mirip dengan manusia. Menyusun program AI seperti itu melibatkan ribuan orang dan komputer yang canggih selama dua dekade, padahal dengan otaknya, anak kecil berusia kurang dari lima tahun sudah mampu melakukannya secara spontan. 

Tentu saja membandingkan program AI yang baru berusia beberapa dekade denga produk seleksi alam berusia jutaan tahun bukan lah perbandingan yang adil, tapi setidaknya hal ini memberikan gambaran kepada Anda seberapa kompleks otak manusia. 

Bukan sebuah kebetulan kalau perkembangan kemampuan berbahasa pada anak-anak terjadi pada saat fase perkembangan otak dengan laju yang paling cepat.

Ukuran otak bayi baru lahir umumnya hanya seperempat ukuran otak orang dewasa, namun mencapai separuh ukuran dewasa hanya dalam setahun pertama kehidupannya. Ukurannya mendekati ukuran dewasa sebelum menginjak usia sekolah.

Selama pertumbuhan otaknya yang cepat itu, sebenarnya jumlah sel otak tidak bertambah signifikan, namun yang bertambah adalah koneksi yang terbentuk di antara masing-masing sel saraf. Koneksi antar sel saraf disebut dengan sinaps.

Dari hasil studi di tikus, jumlah sinaps yang terbentuk pada puncak fase tumbuh kembangnya mencapai laju 250.000 sinaps per detik, atau setara dengan 15 juta sinaps per menit.

Bayangkan yang terjadi pada otak manusia. Periode ini yang disebut dengan periode kritis tumbuh kembang otak. Struktur sirkuit yang terbentuk melalui sinaps bukan proses yang acak, tapi ditentukan oleh faktor internal berupa gen dan yang jauh lebih penting adalah faktor eksternal berupa stimulus dari lingkungan.

Lingkungan mempengaruhi struktur koneksi saraf dalam otak kita seperti seorang pemahat membuat patung dari bongkahan batu. Sifat, emosi, memori, dan kemampuan kognitif manusia dibentuk pada periode ini, salah satunya adalah kemampuan berbahasa.

Periode yang tidak bisa diulang kembali (ingat hal ini baik-baik sebelum Anda memutuskan punya anak, jangan mencetak generasi stunting pembuat kisruh kehidupan sosial).

Tampaknya hal ini menjelaskan mengapa setelah usia tujuh tahun, anak-anak menjadi susah mempelajari bahasa baru selain bahasa ibunya. Anda pasti merasakan sendiri sulitnya mempelajari bahasa asing setelah dewasa.

Pertanyaannya adalah, mengapa alam menyeleksi kemampuan berbahasa manusia sejak awal? Keuntungan apa yang didapatkan dari kemampuan berkomunikasi menggunakan simbol-simbol dalam bentuk suara?